Entri Populer

Senin, 22 Juli 2013

Sejarah Beladiri Karate


Mengurai Sejarah Bela Diri Karate

Karate atau yang dalam tulisan jepang ( ), merupakan salah satu seni bela diri yang kepopulerannya telah merambah belahan dunia lainnya. Jika merunut pada sejarah karate itu sendiri, maka kita harus menyebut kata “Okinawa”, sebuah daerah yang ada di Jepang. Menurut beberapa sumber, di awal kemunculannya, karate-do disebut dengan nama “tote” yang memiliki arti “tangan Cina”. Tote ini memang berasal dari Cina, namun sejak memasuki wilayah Jepang, dengan semangat nasionalisme yang tinggi, seorang tokoh bernama Gichin Funakoshi kemudian mengubah kanji Okinawa dari Tote menjadi kanji Jepang dan menjadi Karate atau tangan kosong. Hal ini dimaksudkan agar bela diri ini lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang pada saat itu. Jika kita mengamati susunan katanya, karate sebenarnya terdiri atas dua hurfuf kanji yakni “Kara” yang berarti kosong dan juga “te” yang diartikan tangan. 

Bela diri karate berada di bawah naungan sebuah federasi bernama Zen-Nippon Karatedo Renmei atau Japan Karate-do Federation dan biasa disingkat JKF. Badan lainnya yang membawahinya adalah WKF atau World Karatedo Federations. Federasi resmi karate-do ini menganggap bawa gaya karate yang paling utama hanya ada 4 yakni: Wado-Ryu, Shito-Ryu, Goju-Ryu dan Shotokan. Meski pada faktanya masih ada banyak varain gaya dari karatedo, namun ke-empat gaya tersebut merupakan kelompok utama yang diakui sebab mereka turut campur langsung dalam sejarah pembentukan federasi karate WKF dan juga JKF. JKF merupakan federasi yang membawahi karate khusus di wilayah Jepang sementara itu WKF cakupannya lebih luas yakni seluruh dunia. 

Kembali ke sejarah karate, dahulu semua gerakannya ditujukan memang untuk bela diri tanpa harus menggunakan senjata. Namun, seiring perkembangan waktu, karate modern lebih menekankan pada gerakan olah raga untuk kebugaran tubuh. Karate banyak digemari mulai dari kawasan Asia hingga Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri, karate menempati tempat pertama sebagai seni bela diri asing dengan jumlah peminat yang tak sedikit. Memang, keterkaitan sejarah antara Indonesia dan Jepang tak bisa dipisahkan. Meski demikian, sejarah karate masuk ke Indonesia tidaklah dibawa oleh tentara Nippon yang pernah menjajah kita di masa silam. Karate justru dibawa oleh mahasiswa yang pernah menempuh pendidikan di negeri Sakura tersebut.

Sejarah karate masuk di Indonesia dimulai pada tahun 1963 dan tak bisa lepas dari nama beberapa mahasiswa yakni: Baud AD Adikusumo, Mochtar Ruskan, Karianto Djojonegoro dan juga Ottoman Noh. Mereka yang kemudian bekerjasama mendirikan Dojo di kota Jakarta. Aliran yang mereka kembangkan adalah Shoto-kan. Perkembangan selanjutnya, mereka mulai membuat sebuah organisasi resmi karate di Indonesia yang diberi nama dengan Persatuan Olahraga Karate Indonesia atau disingkat PORKI. Peresmian organisasi ini pada tanggal 10 Maret tahun 1964. Pada perjalanan selanjutnya, karate mulai marak dan berkembang pesat. Bahkan beberapa aliran karate juga mulai tumbuh di Indonesia, misalnya saja Gojukai yang digagas oleh salah satu ex-mahasiswa Jepang bernama Setyo Haryono. Hingga kini, olahraga sekaligus seni bela diri Karate-do telah mengakar dalam hidup masyarakat dunia dan menjadi salah satu ilmu bela diri yang banyak dipelajari di seluruh dunia. 

Karate ternyata memperoleh banyak penggemar, yang implementasinya terlihat muncul dari berbagai macam organisasi (Pengurus) karate, dengan berbagai aliran seperti yang dianut oleh masing-masing pendiri perguruan. Banyaknya perguruan karate dengan berbagai aliran menyebabkan terjadinya ketidak cocokan diantara para tokoh tersebut, sehingga menimbulkan perpecahan di dalam tubuh PORKI. Namun akhirnya dengan adanya kesepakatan dari para tokoh-tokoh karate untuk kembali bersatu dalam upaya mengembangkan karate di tanah air sehingga pada tahun 1972 hasil Kongres ke IV PORKI, terbentuklah satu wadah organisasi karate yang diberi nama Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI).
Sejak FORKI berdiri sampai dengan saat ini kepengurusan di tingkat Pusat yang dikenal dengan nama Pengurus Besar (PB). telah dipimpin oleh tujuh orang Ketua Umum dan periodisasi kepengurusannyapun mengalama tiga kali perobahan masa periodisasi yaitu ; periode lima tahun (ditetapkan pada Kongres tahun 1972 untuk kepengurusan periode tahun 1972–1977) periodisasi tiga tahun (ditetapkan pada kongres tahun 1997 untuk kepengurusan periode tahun 1997-1980) dan periodisasi empat tahun (berlaku sejak kongres tahun 1980 sampai sekarang).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer