Karate
atau yang dalam tulisan jepang (空 手
道), merupakan salah satu seni bela
diri yang kepopulerannya telah merambah belahan dunia lainnya. Jika merunut
pada sejarah karate itu sendiri, maka kita harus menyebut kata
“Okinawa”, sebuah daerah yang ada di Jepang. Menurut beberapa sumber, di awal
kemunculannya, karate-do disebut dengan nama “tote” yang memiliki arti “tangan
Cina”. Tote ini memang berasal dari Cina, namun sejak memasuki wilayah Jepang,
dengan semangat nasionalisme yang tinggi, seorang tokoh bernama Gichin
Funakoshi kemudian mengubah kanji Okinawa dari Tote menjadi kanji Jepang dan
menjadi Karate atau tangan kosong. Hal ini dimaksudkan agar bela diri ini lebih
mudah diterima oleh masyarakat Jepang pada saat itu. Jika kita mengamati
susunan katanya, karate sebenarnya terdiri atas dua hurfuf kanji yakni “Kara” 空 yang berarti kosong dan juga “te” 手 yang diartikan tangan.
Bela
diri karate berada di bawah naungan sebuah federasi bernama Zen-Nippon
Karatedo Renmei atau Japan Karate-do Federation dan biasa disingkat
JKF. Badan lainnya yang membawahinya adalah WKF atau World Karatedo
Federations. Federasi resmi karate-do ini menganggap bawa gaya karate yang
paling utama hanya ada 4 yakni: Wado-Ryu, Shito-Ryu, Goju-Ryu dan Shotokan.
Meski pada faktanya masih ada banyak varain gaya dari karatedo, namun ke-empat
gaya tersebut merupakan kelompok utama yang diakui sebab mereka turut campur
langsung dalam sejarah pembentukan federasi karate WKF dan juga JKF. JKF
merupakan federasi yang membawahi karate khusus di wilayah Jepang sementara itu
WKF cakupannya lebih luas yakni seluruh dunia.
Kembali
ke sejarah karate, dahulu semua gerakannya ditujukan memang untuk bela
diri tanpa harus menggunakan senjata. Namun, seiring perkembangan waktu, karate
modern lebih menekankan pada gerakan olah raga untuk kebugaran tubuh. Karate
banyak digemari mulai dari kawasan Asia hingga Amerika Serikat. Di Indonesia
sendiri, karate menempati tempat pertama sebagai seni bela diri asing dengan
jumlah peminat yang tak sedikit. Memang, keterkaitan sejarah antara Indonesia
dan Jepang tak bisa dipisahkan. Meski demikian, sejarah karate masuk ke
Indonesia tidaklah dibawa oleh tentara Nippon yang pernah menjajah kita di masa
silam. Karate justru dibawa oleh mahasiswa yang pernah menempuh pendidikan di
negeri Sakura tersebut.
Sejarah karate
masuk di Indonesia dimulai pada tahun 1963 dan tak bisa lepas dari nama
beberapa mahasiswa yakni: Baud AD Adikusumo, Mochtar Ruskan, Karianto
Djojonegoro dan juga Ottoman Noh. Mereka yang kemudian bekerjasama mendirikan
Dojo di kota Jakarta. Aliran yang mereka kembangkan adalah Shoto-kan.
Perkembangan selanjutnya, mereka mulai membuat sebuah organisasi resmi karate
di Indonesia yang diberi nama dengan Persatuan Olahraga Karate Indonesia atau
disingkat PORKI. Peresmian organisasi ini pada tanggal 10 Maret tahun 1964.
Pada perjalanan selanjutnya, karate mulai marak dan berkembang pesat. Bahkan
beberapa aliran karate juga mulai tumbuh di Indonesia, misalnya saja Gojukai
yang digagas oleh salah satu ex-mahasiswa Jepang bernama Setyo Haryono. Hingga
kini, olahraga sekaligus seni bela diri Karate-do telah mengakar dalam hidup
masyarakat dunia dan menjadi salah satu ilmu bela diri yang banyak dipelajari
di seluruh dunia.
Karate ternyata memperoleh banyak
penggemar, yang implementasinya terlihat muncul dari berbagai macam organisasi
(Pengurus) karate, dengan berbagai aliran seperti yang dianut oleh
masing-masing pendiri perguruan. Banyaknya perguruan karate dengan berbagai
aliran menyebabkan terjadinya ketidak cocokan diantara para tokoh tersebut,
sehingga menimbulkan perpecahan di dalam tubuh PORKI. Namun akhirnya dengan
adanya kesepakatan dari para tokoh-tokoh karate untuk kembali bersatu dalam
upaya mengembangkan karate di tanah air sehingga pada tahun 1972 hasil Kongres
ke IV PORKI, terbentuklah satu wadah organisasi karate yang diberi nama Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI).
Sejak FORKI berdiri sampai dengan
saat ini kepengurusan di tingkat Pusat yang dikenal dengan nama Pengurus Besar
(PB). telah dipimpin oleh tujuh orang Ketua Umum dan periodisasi
kepengurusannyapun mengalama tiga kali perobahan masa periodisasi yaitu ;
periode lima tahun (ditetapkan pada Kongres tahun 1972 untuk kepengurusan
periode tahun 1972–1977) periodisasi tiga tahun (ditetapkan pada kongres tahun
1997 untuk kepengurusan periode tahun 1997-1980) dan periodisasi empat tahun
(berlaku sejak kongres tahun 1980 sampai sekarang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar